Li Hui berbaring di atas tikarnya. Tidurnya gelisah.
Tidur yang gelisah itu bukan karena tikarnya dihamparkan di atas lantai tanah yang keras. Juga bukan karena bunyi pertempuran tidak jauh dari rumah mereka. Sudah lama ia terbiasa mendengarnya. Biasanya Hui tidur nyenyak seperti anak laki laki lainnya yang berumur 9 tahun. Akan tetapi, malam ini tidurnya terganggu karena mimpinya. Dalam mimpi itu seolah-olah ia mendengar lagi suara anak-anak desa. Mereka bercerita tentang dua orang wanita asing.
Wanita yang seorang berkulit pucat. Rambutnya kekuning-kuningan dan matanya biru. Ia berbicara dalam bahasa asing. Ia ditemani seorang wanita Vietnam yang menunjukkan sebuah Buku hitam. Buku itu bercenita tentang Allah yang tidak dikenal dan bagaimana orang dapat masuk surga.
Dalam mimpinya itu Hu2i mendengar anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan itu berkata, “Buku itu mempunyai kekuatan sihir. Pendeta kami berkata begitu. Dengan Buku itu wanita yang berkulit pucat itu menangkap anak-anak, laki-laki dan perempuan, dan membawa mereka ke kota yang besar. Di sana mata hitam anak-anak Vietnam dicungkil dan dikirim ke sebuah negara lain. Anak-anak di negara itu hanya bermata biru. Pendeta berkata bahwa kita tidak boleh mendengarkan wanita itu. Kalau kita mendengarkannya, berhala kita akan marah sekali. Kedua wanita itu diusir dan desa kami oleh Pendeta. Ia mengatakan bahwa . . . |